Tuesday, December 4, 2007

Nyepi Sebagai Prototipe Global Silent Day

Wahai warga Jakarta dan sekitarnya, sudahkah anda terketuk dengan hujan semalam suntuk sejak Senin malam? Kalau belum, biar saya getok pakai palu tepat di kepala anda. Yet, it's still raining here dan ini adalah bukti nyata dampak perubahan iklim (climate change) yang menjadi latar belakang diadakan UN Climate Change Conference (UNCCC) 2007.


The idea

UNCCC yang dimulai sejak kemarin ternyata memunculkan ide yang menarik: Globalisasi Hari Nyepi. Anda tentu tahu Hari Nyepi, dimana masyarakat Bali tidak keluar rumah, tidak menikmati hiburan, dan tidak menyalakan api dan listrik. Idenya adalah membuat 1 hari menjadi The Silent Day untuk seluruh dunia.

Menurut saya, ide ini sangat menarik. Seperti kita ketahui bahwa pohon dapat menyerap emisi CO2. Jika seluruh dunia mematikan listrik secara bersamaan untuk satu hari, maka sisa emisi yang tidak mampu diserap selama setahun dapat diserap pada hari itu. Analoginya seperti ketika me-refresh halaman web, kita me-refresh udara di bumi. Jadi tidak ada salahnya kita kembali ke jaman batu 1 hari dalam setahun.

Meskipun bagus namun usulan ini masih terbentur dengan banyak constraint. Salah satunya: aturan tidak menyalakan api. Bisa-bisa muncul parade patung es kalau semua orang eskimo tidak boleh menyalakan api.


The implementation

Nah, yang paling sulit adalah penerapannya. Yup, deployment is one of the most critical phase of establishing a system. Untuk membuat semua negara merasa fair satu sama lain, berarti setiap negara harus memberlakukan peraturan tertulis yang mengekang setiap warganya. Efeknya, bisa terjadi pemberontakan dan huru-hara, apalagi kalau ada orang-orang "nakal" yang memanfaatkan hal ini.

Sebelumnya tentu harus diriset terlebih dahulu hari mana yang paling tepat dan efektif untuk diadakannya Global Silent Day. Bisa jadi Hari Raya Nyepi adalah bukan pilihan yang tepat untuk Global Silent Day. Bisa jadi hari pra-musim hujan (Agustus-September) merupakan pilihan waktu yang tepat. Bisa jadi hari ulang tahun saya adalah pilihan waktu yang paling tepat.


Referensi: detik.com

9 comments:

Unknown said...

hmm... interesting...

asal jangan waktu lagi nanggung aja pas gw main atau nonton disuruh matiin listriknya...

kekeke... :p

Bill Suhaedy said...

@daniel: Yuk, buat pergerakan anti-Global Silent Day di hari libur mahasiswa. Pro-Global Silent Day di hari deadline tugas.

Iwan said...

Iya sih yang susah tuh nentuin waktunya..
KAPAN?
Pasti pada bentrok semua 1hari.
Kecuali seluruh penduduk bumi beraga Hindu ^^
Itu baru gampang.

Btw, apa bener tuh, cukup 1 hari aja non aktifitas, pohon sudah bisa menyerap smua CO2 di Bumi?
Masa sih?

Bill Suhaedy said...

@ipro: Anda mau meng-Hindu-kan bumi? Haha..

Ya ngga, kalau CO2 bisa dihabiskan pohon, kita juga bisa mati.

Anonymous said...

Hnnn, Indo yg punya background hari nyepi sih mungkin aja bisa diimplementasi, tapi negara American ato European yg mayoritas hampir ga pernah denger soal nyepi gimana tanggapannya? Yg pertama diitung pasti jumlah uang yg ilang klo satu hari ga ada aktivitas ekonomi. Trus yg kedua diitung pasti carbon emission yg gak diproduksi itu satu hari. Trus pasti dibandingin, klo dianggep negative carbonnya ga worth it dibanding duit yg ilang dalam sehari, susah implementasinya.

Blon lagi besok hari pasti pada kerja ekstra buat nutupin yg ilang hari kemarennya.

Trus soal time zone. Orang di Cina dan US beda 12 jam, UK dan Mexico beda 6 jam. Perdagangan ekspor / impor gimana ngaturnya? Daripada "1 November" mendingan period 24 jam yg diset sama di seluruh bumi.

Coba baca ini deh bill, "The World Without Us" oleh Alan Weisman.

Still a really interesting idea tho. Might look into it myself someday ;)

Bill Suhaedy said...

@susilo: Setuju gw. Maksud gw tadi juga memang diset periode 24 jam yang sama. Gw dah baca sedikit review mengenai "The World Without Us". Yup, sepertinya tidak bisa semuanya 100% diliburkan. Tetap harus ada orang yang bekerja, misal: sektor keamanan dan energi. Meskipun tidak banyak. Namun semua unit bisnis di seluruh dunia sudah mempersiapkan bahwa 24 jam itu adalah waktu libur.

Anonymous said...

Saya kira pasti kita semua sependapat jika memilah gagasan ini berdasarkan local wisdom maka kita akan melihat dimensi silent day bagi dunia tidak berlandaskan religi namun dimensi lain yang lebih universal yaitu media penyadaran akan pentingnya bertindak nyata bagi bumi. Pun ketika kita tahu bahwa ritual nyepi bagi umat Hindu Bali adalah pilosofi dari perenungan menghadapi tahun baru (Caka) agar dapat berbuat lebih baik.

Kampanye World Silent Day tidak hanya memiliki tujuan agar seluruh dunia melakukannya suatu saat. Namun gagasan ini ketika disampaikan dalam sebuah kampanye adalah bergulirnya sebuah pemikiran sebagai referensi kita yang kerap larut dalam rutinitas dunia yang sibuk.

Silakan mampir di www.worldsilentday.org dan memberikan kontribusi pemikiran.
Salam,
Ayip

Bill Suhaedy said...

Jika tidak berlandaskan religi semata, seharusnya ketika pertama kali di-propose ke publik, Hari Raya Nyepi hanya dipakai sebagai contoh saja. Bukan diajukan untuk dijadikan hari libur sedunia.

Namun sudah ada beberapa negara yang sudah menanggapi itikad baik dari rakyat Bali, dan ini merupakan pertanda baik. Semoga ide ini bisa segera terlaksana.

Unknown said...

semestinya hal ini dipandang dari kepentingan kita bersama. uang yang "terbuang percuma" akibat terhentinya aktivitas tentunya tidak berarti apa2 jika hal ini bisa membuat bumi menjadi lebih baik (berarti kualitas hidup kita juga akan lebih baik).